1. Mengevaluasi
Pembelajaran Bahasa Indonesia
Salah satu kegiatan evaluasi dalam
pendidikan adalah evaluasi pembelajaran. Kegiatan ini dilakukan seorang guru
paling tidak untuk mengetahui (1) keberhasilan pembelajaran yang telah
dilakukan; (2) kemampuan dan daya serap peserta didik terhadap materi yang
telah dibelajarkan; dan (3) informasi yang sangat berharga sebagai balikan
(feedback) bagi guru dalam memperbaiki kegiatan pembelajaran yang telah
dilakukan.
Untuk dapat melaksanakan evaluasi
pembelajaran dengan benar, terlebih dahulu guru harus memahami terminologi
evaluasi, pengukuran, dan penilaian. Pengukuran (measurement) adalah kegiatan
membandingkan sesuatu dengan suatu formula atau skala tertentu yang sesuai dan
bersifat kuantitatif. Skala yang digunakan dari suatu pengukuran adalah nominal,
ordinal, interval, atau rasio. Penilaian (grading) adalah suatu proses
pengambilan keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari suatu
pengukuran dan bersifat kualitatif (Alderson, 1992).
Dengan kata lain dapat dinyatakan
bahwa penilaian adalah penafsiran skor dari suatu pengukuran untuk memutuskan
sesuatu. Sementara itu, evaluasi pembelajaran adalah kegiatan yang meliputi
pengukuran dan penilaian dalam suatu proses pendidikan yang melingkupi komponen
input, proses, maupun output pendidikan (Hughes, 1989; Alderson,1992). Evaluasi
dalam khasanah pendidikan di Indonesia menjadi identik dengan penilaian dan
sering disebut juga dengan asesmen (assessment) yang berarti pengambilan
keputusan berdasarkan pada suatu kegiatan pengukuran terlebih dahulu. Keberhasilan
pembelajaran merupakan suatu kondisi yang diperoleh dari suatu upaya guru dalam
berusaha membelajarkan peserta didik, sedangkan peserta didik berupaya
menguasai kompetensi yang telah dibelajarkan.
Upaya pendidik dan peserta didik ini
akan diketahui dari kondisi keberhasilan pembelajaran, sehingga akan diperoleh
informasi seberapa efektif dan efisien kegiatan pembelajaran telah dilakukan
bersama antara pendidik dengan peserta didik. Kemampuan dan daya serap peserta
didik merupakan suatu kondisi yang dimiliki peserta didik dalam menguasai
seperangkat materi atau seperangkat kompetensi yang dengan sengaja
dibelajarkan. Kondisi ini dapat diketahui dari evaluasi terhadap upaya
pembelajaran yang sedang atau telah dilakukan guru. Evaluasi yang dianjurkan
berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22/2006
tentang Standar Isi adalah penilaian otentik (authentic asessment).
Dari suatu evaluasi pembelajaran
akan diperoleh informasi yang sangat berharga, sebagai balikan (feedback) atau
backwash dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru. Dari data hasil
penilaian akan diperoleh informasi bagian materi atau kompetensi yang pada
umumnya belum dikuasai oleh peserta didik. Dari data yang ada juga dapat
diketahui informasi tentang kehandalan metode, teknik atau media yang digunakan
dalam pembelajaran. Apabila data-data tersebut diberi makna oleh guru maka akan
dapat memperbaiki kegiatan pembelajaran yang akan dilakukannya. Selain itu,
informasi ini berarti pula bagi peserta didik dalam merespon kegiatan
pembelajaran yang dilakukan. Namun, kondisi di atas seringkali dipandang bahwa
dari suatu evaluasi pembelajaran hanya akan memperoleh informasi tentang nilai.
Dari itu, kemudian peserta didik tercipta dalam suatu fenomena yang tidak akademis.
Peserta didik akan memandang bahwa nilai sebagai sesuatu yang sangat penting.
Pada saat Ujian Nasional pun akhirnya tercipta suatu fenomena yang mengerikan,
terjalin kerjasama yang kurang sehat antara guru dengan peserta didik agar
nilai UN-nya lebih baik. Ketakutan yang sangat “serius” ini terjadi karena
evaluasi hanya dipandang dari satu aspek, hanya nilai. Marilah kita ubah citra
evaluasi pembelajaran hanya untuk nilai dengan menerapkan inovasi dalam mengevaluasi
kompetensi peserta didik. Penilaian otentik adalah proses asesmen yang
melibatkan beberapa bentuk pengukuran kinerja yang mencerminkan belajar siswa,
prestasi, motivasi, dan sikap yang sesuai dengan materi pembelajaran (Suurtamm,
2004: 497-513). Penilaian otentik
mengukur kemampuan siswa secara akurat tentang kondisi seseorang yang telah
belajar, sehingga metode atau teknik evaluasi harus mampu memeriksa
perkembangan kemampuannya. Penilaian otentik harus dapat menyajikan tantangan
dunia nyata sehingga peserta didik dituntut menggunakan kompetensi dan
pengetahuan yang relevan. Penilaian otentik dilakukan oleh guru dalam bentuk
penilaian kelas. Penilaian ini untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa pada
kompetensi yang ditetapkan. Penilaian ini bersifat internal dan merupakan
bagian dari pembelajaran. Penilaian otentik juga sebagai bahan untuk
peningkatan mutu hasil belajar. Penilaian ini dilakukan dengan berorientasi
pada kompetensi, mengacu pada patokan, ketuntasan belajar, dan dilakukan
melalui berbagai cara. Penilaian otentik dapat dilakukan melalui penilaian
kinerja (hasil karya), portofolio (kumpulan kerja siswa), penugasan (projek).
2.
Teknik Evaluasi Pembelajaran
Teknik evaluasi yang digunakan dalam
pendidikan terdiri atas teknik tes dan teknik nontes. Pada umumnya teknik
nontes yang dapat digunakan dalam evaluasi pendidikan adalah wawancara
(interview), pengamatan (observasi), skala bertingkat (rating scale), daftar
cocok (checklist), kuisoner (kuis), riwayat hidup, dan penilaian otentik
(autenthic assessment). Teknik tes dapat berbentuk lisan maupun tulisan,
bergantung pada respon (jawaban) yang diberikan oleh peserta didik. Jika
peserta didik memberikan jawaban secara tertulis sekalipun tes (soal)
disampaikan dengan lisan (dikte), tes tersebut termasuk ke dalam bentuk tes
tulisan.
Dalam
evaluasi pembelajaran dikenal jenis tes objektif dan subjektif. Jenis tes
objektif yang digunakan untuk mengukur kemampuan kognitif, jenjang Pengetahuan
(K1), Pemahaman (2), Penerapan (K3), Analisis (K4), Hipotesis (K5), dan
Evaluasi (K6), sedangkan soal-soal subjektif hanya digunakan untuk mengukur
kemampuan kognitif tingkat tinggi, yaitu jenjang analisis (K4), hipotesis (K5),
evaluasi (K6), dan kreasi (K7) dalam Taksonomi Bloom (Bloom, 1997). Adapun jenis-jenis
tes tersebut adalah sebagai berikut.
a. Soal-soal Memilih
1) Pilihan Dua Alternatif
(a) Benar-Salah (B-S)
(b) Benar-Salah Beralasan (BSB)
2) Pilihan Ganda (memilih satu jawaban yang benar)
(a) Pilihan Ganda Biasa (PGB)
(b) Pilihan Ganda Kompleks (PGK)
(c) Pilihan Ganda Analisis Kasus (PGAK)
(d) Pilihan Ganda Sebab-Akibat (PGSA)
3) Menjodohkan (menggabungkan pernyataan bagian kiri dengan kanan)
b. Soal-soal Melengkapi
1) Isian Singkat (mengisi dalam bentuk kata/frasa)
2) Isian Panjang (mengisi dalam bentuk pernyataan singkat/klausa)
3) Isian Klosur (merumpang bagian tertentu agar dilengkapi)
c. Jawaban Singkat (jawaban diungkapkan singkat dalam bentuk kata/frasa)
d. Jawaban Terbatas (jawaban dibatasi oleh lingkup materi)
Teknik-teknik evaluasi sebagaimana di atas seringkali memiliki kelemahan, sekalipun teknik ini dapat mengukur indikator dan prediktor performa akademis. Para penyusun tes cenderung mengukur tentang hal-hal yang harus dikuasai bukan sesuatu yang telah dikuasai siswa. Penyusunan soal cenderung bukan tentang masalah nyata, tetapi sesuatu yang abstrak. Oleh karena itu, diperlukan kecermatan guru dalam menggunakan teknik tes tertulis agar dapat meminimalisasi kelemahan-kelemahan tersebut. Beberapa teknik nontes yang dapat dipilih guru untuk mengases kemampuan siswa secara aktual adalah penilaian otentik. Berikut ini akan dibahas penilaian portofolio (kumpulan kerja siswa), penugasan (projek), dan performansi (unjuk kerja).
a. Soal-soal Memilih
1) Pilihan Dua Alternatif
(a) Benar-Salah (B-S)
(b) Benar-Salah Beralasan (BSB)
2) Pilihan Ganda (memilih satu jawaban yang benar)
(a) Pilihan Ganda Biasa (PGB)
(b) Pilihan Ganda Kompleks (PGK)
(c) Pilihan Ganda Analisis Kasus (PGAK)
(d) Pilihan Ganda Sebab-Akibat (PGSA)
3) Menjodohkan (menggabungkan pernyataan bagian kiri dengan kanan)
b. Soal-soal Melengkapi
1) Isian Singkat (mengisi dalam bentuk kata/frasa)
2) Isian Panjang (mengisi dalam bentuk pernyataan singkat/klausa)
3) Isian Klosur (merumpang bagian tertentu agar dilengkapi)
c. Jawaban Singkat (jawaban diungkapkan singkat dalam bentuk kata/frasa)
d. Jawaban Terbatas (jawaban dibatasi oleh lingkup materi)
Teknik-teknik evaluasi sebagaimana di atas seringkali memiliki kelemahan, sekalipun teknik ini dapat mengukur indikator dan prediktor performa akademis. Para penyusun tes cenderung mengukur tentang hal-hal yang harus dikuasai bukan sesuatu yang telah dikuasai siswa. Penyusunan soal cenderung bukan tentang masalah nyata, tetapi sesuatu yang abstrak. Oleh karena itu, diperlukan kecermatan guru dalam menggunakan teknik tes tertulis agar dapat meminimalisasi kelemahan-kelemahan tersebut. Beberapa teknik nontes yang dapat dipilih guru untuk mengases kemampuan siswa secara aktual adalah penilaian otentik. Berikut ini akan dibahas penilaian portofolio (kumpulan kerja siswa), penugasan (projek), dan performansi (unjuk kerja).
2.1 Penilaian Portofolio
Penilaian portofolio adalah kegiatan
mengases kemampuan siswa dalam mengumpulkan hasil kerja, pemikiran, minat,
upaya, dan harapan siswa yang berhubungan dengan standar kompetensi yang
dikembangkan. Portofolio atau kumpulan kerja siswa dapat membantu siswa dalam
mengimplementasikan pengetahuan dan pemahamannya dalam suatu kegiatan nyata.
Kumpulan kerja ini dapat mengingatkan siswa tentang perkembangan dirinya. Penilaian
portofolio sangat bermanfaat karena penilaian jenis ini (1) merupakan bukti
otentik dari kemampuan siswa; (2) menggambarkan kemampuan siswa secara utuh;
(3) menggambarkan pengalaman siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran; (4)
kumpulan hasil pekerjaan siswa dalam belajar yang telah dikelompokkan; (5)
menakar kemampuan secara mandiri; (6) merupakan bentuk kerja sama antara guru
dengan siswa.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam menerapkan asesmen portofolio adalah:
1)Pengumpulan
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam menerapkan asesmen portofolio adalah:
1)Pengumpulan
Siswa mengumpulkan
hasil kerja sebagai bukti pertumbuhan dan kemajuan belajarnya. Pengumpulan
koleksi ini disesuaikan dengan tujuan pembelajaran atau standar kompetensi yang
dikembangkan. Tentu saja tidak semua standar kompetensi dapat diases melalui
portofolio, oleh karena itu perlu kejelasan kompetensi yang dikembangkan siswa secara
mandiri.
2)Pengorganisasian
Siswa mengorganisasikan berbagai hasil kerja mereka berdasarkan pengelompokan standar kompetensi yang dikembangkan atau berdasarkan aspek-aspek yang perlu dinilai atau diketahui dari siswa sebagai hasil kerja siswa. Pengelompokan ini dapat membantu guru dalam menentukan penilaian terhadap kinerja siswa.
2)Pengorganisasian
Siswa mengorganisasikan berbagai hasil kerja mereka berdasarkan pengelompokan standar kompetensi yang dikembangkan atau berdasarkan aspek-aspek yang perlu dinilai atau diketahui dari siswa sebagai hasil kerja siswa. Pengelompokan ini dapat membantu guru dalam menentukan penilaian terhadap kinerja siswa.
3)Merefleksi
Siswa melakukan refleksi terhadap bahan-bahan yang telah dikoleksi, dikumpulkan, dan dikelompokan. Siswa harus mempu menjawab manfaat dari pengumpulan portofolio itu bagi pengembangan kompetensi dirinya. Siswa juga harus dapat memberikan penilaian pada kualitas karya yang telah dikumpulkan, sehingga mengetahui kekuatan dan kelemahan serta bagaimana seharusnya memperbaiki karya tersebut.
4)Mempresentasikan
Siswa melakukan refleksi terhadap bahan-bahan yang telah dikoleksi, dikumpulkan, dan dikelompokan. Siswa harus mempu menjawab manfaat dari pengumpulan portofolio itu bagi pengembangan kompetensi dirinya. Siswa juga harus dapat memberikan penilaian pada kualitas karya yang telah dikumpulkan, sehingga mengetahui kekuatan dan kelemahan serta bagaimana seharusnya memperbaiki karya tersebut.
4)Mempresentasikan
Siswa memajangkan atau
menyajikan hasil kerjanya agar diketahui yang lain. Pemajangan dilakukan di
tempat-tempat yang sudah disediakan. Pemajangan juga dapat dilakukan melalui
display artefak, baik dalam bentuk folder dinamis maupun dalam bentuk gabungan
karya.
2.2 Penilaian Projek
Penilaian projek merupakan bentuk
asesmen yang menugaskan siswa untuk menyelesaikan suatu kegiatan dalam kurun
waktu tertentu. Tugas tersebut dapat berupa investigasi, pengumpulan data,
kemampuan menilai sesuatu atau kegiatan tertentu, atau kemampuan
mengorganisasikan. Penilaian projek dapat dilakukan untuk mengetahui kemampuan
siswa, baik individu maupun kelompok dalam melakukan dan memberikan pengalaman
pada suatu topik atau kompetensi tertentu melalui aktivitas berbahasa atau
bersastra. Penilaian projek atau penugasan dapat difokuskan pada dua bagian,
yaitu aktivitas siswa selama proses berlangsung dan pada hasil akhir dari
kegiatan tersebut. Aspek yang diases dari bagian proses adalah (1) kegiatan
perencanaan dan pengelolaan; (2) kerjasama dalam kelompok; (3) kegiatan
mandiri; dan (4) kemampuan memecahkan masalah.
Sementara itu, aspek yang diases
jika penilaian projek memfokuskan pada bagian hasil akhir adalah (1) kemampuan
mengumpulkan data atau materi yang ditugaskan; (2) kemampuan menafsirkan dan
mengevaluasi data atau materi; dan (3) kemampuan menyajikan atau mendisplay
hasil pengumpulan data dan penafsirannya. Dalam menentukan kualitas kegiatan
yang dilakukan, baik pada proses maupun pada hasil akhir siswa dapat mengases
secara mandiri. Hasil asesmen siswa ini kemudian divalidasi oleh guru ketika mengases.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penilaian projek ini adalah:
(1) Guru menetapkan kompetensi dasar yang perlu diases melalui penilaian projek;
(2) Guru menetapkan projek yang harus dikerjakan siswa secara mandiri dan yang harus dikerjakan secara berkelompok;
(1) Guru menetapkan kompetensi dasar yang perlu diases melalui penilaian projek;
(2) Guru menetapkan projek yang harus dikerjakan siswa secara mandiri dan yang harus dikerjakan secara berkelompok;
(3) Guru menentukan
kompetensi dasar yang harus diases selama kegiatan berlangsung (proses) atau
diases hanya pada hasil akhir;
(4) Siswa merencanakan
dan melakukan kegiatan projek selama kurun waktu yang ditentukan. Sewaktu-waktu
guru dapat mengecek projek yang dikerjakan oleh siswa sebagai bentuk monitoring
dan evaluasi.
(5) Selama atau
setelah kegiatan projek dikerjakan, guru mengajak siswa untuk menakar diri
(mengases secara mandiri) proses atau hasil akhir (produk) yang dikerjakan.
(6) Guru memvalidasi
atau menilai ulang proses atau produk dari kegiatan yang dilakukan siswa. Nilai
guru merupakan pembanding dari asesmen mandiri yang dilakukansiswa.
2.3 Penilaian Performansi
2.3 Penilaian Performansi
Penilaian performansi merupakan
asesmen yang menuntut siswa untuk melakukan unjuk kerja atau perbuatan.
Penilaian jenis ini mengukur kemampuan siswa berbahasa atau bersastra, baik
secara lisan maupun tulisan sesuai dengan konteks berkomunikasi. Penilaian
performansi dapat dilakukan guru, baik pada saat atau setelah kegiatan
pembelajaran dilaksanakan. Dalam melaksanakan penilaian performansi, guru dapat
menggunakan format atau pedoman penilaian dalam bentuk pengamatan (observasi),
skala bertingkat (rating scale), daftar cocok (checklist), atau format isian
yang terbagi atas kategori prilaku. Untuk mendapatkan data kuantitatif dari
penilaian performansi ini maka setiap kualitas kategori dapat diberi skor yang
sesuai.
Penilaian performansi digunakan untuk mengukur kompetensi yang menuntut siswa berpikir tingkat tinggi. Performansi yang dinilai harus bermakna bagi siswa dalam kehidupannya. Performansi yang dinilai berdasarkan suatu kriteria dari indikator kompetensi yang dikukur dan harus diberitahukan kepada siswa. Oleh karena itu, siswa dapat melatih diri untuk mewujudkan indikator yang telah disampaikan dan dapat pula menilai diri berdasarkan kriteria yang sudah diketahuinya. Penilaian performansi dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa secara nyata. Guru dapat memilih dan memilah kompetensi dasar yang dapat diases dengan menggunakan jenis penilaian performansi. Terdapat beberapa kompetensi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dari siswa yang hanya dapat diases melalui kegiatan nyata sehingga guru dapat merancang penilaian jenis ini sejak awal berdasarkan analisis terhadap komptensi dasar tersebut.
Langkah-langkah yang ditempuh guru dalam melaksanakan penilaian performansi ini adalah:
(1) Mengidentifikasi aspek-aspek penting dari kompetensi yang harus dinilai;
(2) Menyusun kriteria sebagai deskriptor dari kemampuan yang diukur;
(3) Mengurutkan kemampuan yang akan diukur berdasarkan aspek-aspek yang penentu kemampuan tersebut; (4) Menentukan kualitas setiap kriteria dari aspek yang diamati.
Penilaian performansi digunakan untuk mengukur kompetensi yang menuntut siswa berpikir tingkat tinggi. Performansi yang dinilai harus bermakna bagi siswa dalam kehidupannya. Performansi yang dinilai berdasarkan suatu kriteria dari indikator kompetensi yang dikukur dan harus diberitahukan kepada siswa. Oleh karena itu, siswa dapat melatih diri untuk mewujudkan indikator yang telah disampaikan dan dapat pula menilai diri berdasarkan kriteria yang sudah diketahuinya. Penilaian performansi dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa secara nyata. Guru dapat memilih dan memilah kompetensi dasar yang dapat diases dengan menggunakan jenis penilaian performansi. Terdapat beberapa kompetensi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dari siswa yang hanya dapat diases melalui kegiatan nyata sehingga guru dapat merancang penilaian jenis ini sejak awal berdasarkan analisis terhadap komptensi dasar tersebut.
Langkah-langkah yang ditempuh guru dalam melaksanakan penilaian performansi ini adalah:
(1) Mengidentifikasi aspek-aspek penting dari kompetensi yang harus dinilai;
(2) Menyusun kriteria sebagai deskriptor dari kemampuan yang diukur;
(3) Mengurutkan kemampuan yang akan diukur berdasarkan aspek-aspek yang penentu kemampuan tersebut; (4) Menentukan kualitas setiap kriteria dari aspek yang diamati.
3.
Prinsip Dasar Evaluasi Pembelajaran
Prinsip dasar evaluasi dalam
pendidikan adalah (1) berorientasi pada tujuan; (2) berkesinambungan; (3)
menyeluruh; (4) berimbang; (5) terencana; (6) adil; (7) objektif; dan (8)
memenuhi kriteria validitas, reliabilitas, dan praktibilitas. Prinsip
berorientasi pada tujuan berarti bahwa guru harus memahami tujuan pembelajaran.
Tujuan pelajaran Bahasa Indonesia adalah agar siswa memiliki
kemampuan berikut.
1) Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika
yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis
2) Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai
bahasa persatuan dan bahasa negara
3) Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan
kreatif untuk berbagai tujuan
4) Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan
intelektual, serta kematangan emosional dan sosial
5) Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
berbahasa
6) Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah
budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Prinsip
berkesinambungan berarti bahwa asesmen tidak hanya dilakukan satu kali saja,
melainkan dilakukan secara berkesinambungan dengan memanfaatkan berbagai jenis
evaluasi. Oleh karena itu, evaluasi bukan merupakan bagian terpisah dari pembelajaran,
melainkan suatu kesatuan. Dengan demikian, evaluasi dapat dilakukan secara
berkesinambungan. Guru melakukan evaluasi pada setiap satu satuan pelajaran.
Dengan demikian, evaluasi bukan hanya Ujian Tengah Semester (UTS) dan Ujian
Akhir Semester (UAS).
Prinsip menyeluruh berarti bahwa bahan asesmen meliputi seluruh bagian bahan ajar yang dibelajarkan. Apabila bahan ajar itu banyak, misalnya meliputi bahan satu semester atau satu tahun maka dilakukan keterwakilan bahan tersebut untuk dievaluasi melalui penyusunan kisi-kisi. Prinsip berimbang berarti bahwa bahan asesmen itu harus berimbang antara bahan yang satu dengan yang lain. Berimbang antara kompetensi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis baik bidang bahasa maupun sastra. Berimbang antara asesmen yang sulit dengan yang mudah.
Prinsip terencana berarti bahwa kegiatan asesmen harus direncanakan. Perencanaan itu meliputi (1) perumusan tujuan evaluasi; (2) penentuan aspek-aspek yang akan diukur; (3) penentuan teknik dan waktu pelaksanaan evaluasi; (4) penguji-cobaan instrumen evaluasi. Asesmen harus direncanakan tidak dilakukan secara tiba-tiba atau serta merta.
Prinsip menyeluruh berarti bahwa bahan asesmen meliputi seluruh bagian bahan ajar yang dibelajarkan. Apabila bahan ajar itu banyak, misalnya meliputi bahan satu semester atau satu tahun maka dilakukan keterwakilan bahan tersebut untuk dievaluasi melalui penyusunan kisi-kisi. Prinsip berimbang berarti bahwa bahan asesmen itu harus berimbang antara bahan yang satu dengan yang lain. Berimbang antara kompetensi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis baik bidang bahasa maupun sastra. Berimbang antara asesmen yang sulit dengan yang mudah.
Prinsip terencana berarti bahwa kegiatan asesmen harus direncanakan. Perencanaan itu meliputi (1) perumusan tujuan evaluasi; (2) penentuan aspek-aspek yang akan diukur; (3) penentuan teknik dan waktu pelaksanaan evaluasi; (4) penguji-cobaan instrumen evaluasi. Asesmen harus direncanakan tidak dilakukan secara tiba-tiba atau serta merta.
4.
Prinsip adil dan objektif
Berarti bahwa asesmen
yang dilakukan guru harus berlaku secara umum, tidak ada pengecualian kedalaman
materi yang diukur. Objektif berarti bahwa proses dan hasil asesmen diolah
secara objektif berdasarkan suatu kriteria pengolahan skor. Hasil pengukuran
biasanya berupa skor, sehingga untuk menentukan nilai harus diolah dengan
kriteria Penilaian Acuan Patokan (PAP) atau Penilaian Acuan Norma (PAN). Pengembangan
Instrumen Evaluasi Pembelajaran Evaluasi pembelajaran berorientasi pada
kompetensi yang harus dikuasai peserta didik. Apabila kita cermati, ruang
lingkup materi pelajaran Bahasa Indonesia berdasarkan Standar Isi terdiri atas
standar kompetensi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Oleh karena itu,
pengembangan instrumen evaluasi pembelajaran didasarkan pada keempat kompetensi
tersebut.
4.1 Standar Kompetensi Menyimak
4.1 Standar Kompetensi Menyimak
Kompetensi menyimak dalam pelajaran Bahasa
Indonesia diases melalui instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa
mendengarkan tuturan lisan, baik disampaikan melalui tuturan langsung maupun
dalam bentuk rekaman. Kemampuan yang diukur di antaranya kemampuan menemukan
suatu hal dari tuturan lisan yang didengarkan.
Kemampuan lain yang diukur, misalnya
kemampuan siswa menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan tuturan lisan yang
didengarkan. Dengan demikian, asesmen kompetensi menyimak harus melibatkan
siswa menggunakan indra pendengaran, kemudian dapat diukur melalui kemampuan
lisan (menjawab) atau tulisan (menuliskan) sesuatu yang berhubungan dengan
kegiatan siswa dalam mendengarkan. Oleh karena itu, asesmen kompetensi menyimak
diarahkan pada aktivitas nyata dalam menyimak atau mendengarkan,tuturan,lisan.
4.2 Standar Kompetensi Berbicara
4.2 Standar Kompetensi Berbicara
Kompetensi berbicara diases melalui
instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa secara
lisan. Kemampuan yang ingin diketahui dari kompetensi ini adalah kemampuan
siswa mengekspresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan berbicara. Dalam
mengases kemampuan berbicara, seorang guru dapat mengetahui kemampuan siswa
dalam menggunakan bahasa, misalnya pilihan kata (diksi), kalimat efektif,
kalimat yang jelas, bahasa yang santun, bahasa yang baik dan benar, bahasa yang
lugas, etika berwawancara, dan prinsip diskusi.
Kemampuan lain dalam berbicara yang diases di antaranya kemampuan menggunakan artikulasi yang tepat, intonasi yang jelas, menggunakan gerak-gerik dan mimik sesuai dengan watak tokoh, dan lafal, dan ekspresi yang tepat. Dengan demikian asesmen kompetensi berbicara dimaksudkan mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa dan parabahasa dalam berkomunikasi.
Kemampuan lain dalam berbicara yang diases di antaranya kemampuan menggunakan artikulasi yang tepat, intonasi yang jelas, menggunakan gerak-gerik dan mimik sesuai dengan watak tokoh, dan lafal, dan ekspresi yang tepat. Dengan demikian asesmen kompetensi berbicara dimaksudkan mengukur kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa dan parabahasa dalam berkomunikasi.
4.3 Standar Kompetensi
Membaca
Kompetensi membaca diases melalui
instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam memahami berbagai ragam
teks (bacaan) tertulis yang diungkapkan melalui lisan atau tulisan. Kemampuan
yang diukur itu meliputi kemampuan siswa dalam memahami, mengidentifikasi,
menganalisis, menemukan, menyimpulkan, membedakan, dan sebagainya dari bacaan
yang dibaca baik berupa teks nonfiksi maupun fiksi. Kemampuan membaca yang
diukur adalah membaca cepat, membaca dalam hati, membaca ekstensif, membaca
intensif, dan membaca nyaring, membaca memindai, membaca indah, dan sebagainya.
Selain itu, mengukur pula kemampuan siswa dalam membaca dan membacakan teks
dengan intonasi yang tepat serta artikulasi dan volume suara yang jelas.
Kemampuan siswa yang diukur dalam bidang kebahasaan adalah pemahaman terhadap
bentuk-bentuk kata serta penguasaan terhadap makna kata. Dalam hal membacakan
puisi, kemampuan yang diukur itu selain lafal, nada, tekanan, dan intonasi yang
tepat, juga diukur kemampuan memahami, menganalisis, menemukan, dan sebagainya
dari puisi yang dibacakan. Berdasarkan hal ini, maka kemampuan yang diukur itu
kemampuan merefleksikan bacaan, baik untuk kepentingan dirinya maupun orang
lain berdasarkan suatu teks yang dibaca.
4.4 Standar Kompetensi Menulis
4.4 Standar Kompetensi Menulis
Kompetensi menulis diases melalui
instrumen yang dapat mengukur kemampuan siswa dalam mengekspresikan pikiran dan
perasaan secara tertulis. Dalam mengases kemampuan menulis, seorang guru dapat
mengetahui kemampuan siswa dalam menggunakan bahasa, misalnya menuliskan
pilihan kata (diksi), kalimat efektif, kalimat bervariasi, kalimat langsung dan
tak langsung, bahasa yang baku, bahasa yang baik dan benar, bahasa yang
efektif, bahasa yang singkat, padat, jelas, bahasa yang santun dan sebagainya. Selain
itu, kemampuan yang diukur dari siswa adalah kemampuan memahami bacaan dan
bentuk-bentuk sastra yang diungkapkan secara tertulis. Ungkapan tertulis ini
dapat dilakukan siswa jika memahami bentuk-bentuk paragraf naratif, ekspositif,
argumentatif, deskriptif, persuasif, surat dinas, karya tulis ilmiah, teks
pidato, puisi, pantun, cerpen, resensi, dan sebagainya. Pemahaman terhadap
bentuk bacaan itu serta penguasaan unsur bahasa dapat berwujud kemampuan
mengungkapkan pikiran dan perasaan secara tertulis. Dengan demikian, dalam
mengukur kemampuan menulis perlu mencermati aspek-aspek tersebut.
5. Penetapan Kriteria dan Tindak Lanjut Penilaian
Sesuai dengan ketentuan Permendiknas
Nomor 22/2006 tentang Standar Isi maka setiap sekolah harus mengembangkan
Kurikulum Sekolah. Dalam mengembangkan kurikulum ini sekolah mengikutsertakan
semua guru dan komite sekolah. Salah satu pengembangan kurikulum tersebut,
sekolah harus menentapkan Kriteria Ketuntansan Minimal (KKM). Penetapan KKM ini
akan menjadi standar patokan bagi guru dalam melaksanakan penilaian
pembelajaran. Penetapan KKM dilakukan untuk setiap mata pelajaran. Berdasarakan
ketentuan, KKM merupakan ketuntasan belajar ideal. Oleh karena itu, penetapan
dilakukan dengan memberi skor setiap indikator antara 0-100% dengan batas
kriteria ideal minimal penguasaan sebesar 75%. Namun demikian, sekolah dapat
menentukan KKM khusus di sekolah tersebut berdasarkan (1) kemampuan rata-rata
peserta didik, (2) kompleksitas materi; dan (3) SDM tenaga pendidik.
Sekolah dapat menetapkan KKM di bawah batas kriteria ideal (di bawah 75%), tetapi secara bertahap harus dapat mencapai kriteria ketuntasan ideal. Tahap-tahap ini direncanakan dalam bentuk rencana strategis di sekolah tersebut.
Berdasarkan ketentuan dalam Standar Isi, maka KKM digunakan sebagai bahan saringan penguasaan siswa pada komptensi dasar yang dibelajarkan. Tindak lanjut dari suatu pengukuran ini, seorang guru harus mengambil keputusan sebagai suatu rangkaian asesmen. Keputusan yang dimaksud adalah menetapkan siswa mencapai KKM atau belum.
Sekolah dapat menetapkan KKM di bawah batas kriteria ideal (di bawah 75%), tetapi secara bertahap harus dapat mencapai kriteria ketuntasan ideal. Tahap-tahap ini direncanakan dalam bentuk rencana strategis di sekolah tersebut.
Berdasarkan ketentuan dalam Standar Isi, maka KKM digunakan sebagai bahan saringan penguasaan siswa pada komptensi dasar yang dibelajarkan. Tindak lanjut dari suatu pengukuran ini, seorang guru harus mengambil keputusan sebagai suatu rangkaian asesmen. Keputusan yang dimaksud adalah menetapkan siswa mencapai KKM atau belum.
Apabila siswa telah mencapai KKM
maka ditindaklanjuti dengan “program pengayaan”, sedangkan jika siswa belum
mencapai KKM maka ia harus mengikuti “program remedial”. Kedua program
tidnaklanjut ini masih sangat jarang dilakukan guru. Remedial biasanya hanya
tes ulang, padahal seharusnya remedial dilakukan pembelajaran ulang, khususnya
pada penguasaan materi yang dianggap masih kurang. Demikian pula dengan program
pengayaan, biasanya pengayaan hanya dilakukan guru kepada siswa kelas IX (untuk
SMP/MTs) atau XII (SMA/SMK atau MA/MAK) yang akan menghadapi Ujian Nasional. Program
remedial dilakukan kepada siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan
belajar. Remedial dapat dilaksanakan setiap saat, baik pada jam efektif maupun
di luar jam efektif. Penilaian kegiatan remedial dapat dilakukan dengan teknik
tes maupun teknik nontes. Program pengayaan dilakukan terhadap siswa yang telah
mencapai ketuntasan belajar (KKM). Pengayaan dapat berbentuk tugas-tugas
individual yang bertujuan untuk mengoptimalkan pencapaian hasil belajar siswa.
Kegiatan pengayaan dapat
dilaksanakan setiap saat, baik pada jam efektif maupun di luar jam efektif.
Hasil penilaian kegiatan pengayaan dapat menambah nilai siswa pada mata
pelajaran yang bersangkutan. Demikianlah sepintas hal-hal yang harus dilakukan
oleh guru dalam melaksanakan penilaian pembelajaran dan tindaklanjut dari
kegiatan tersebut. Berbagai pemikiran positif tentang upaya meningkatkan kualitas
penilaian pembelajaran merupakan salah satu kinerja seorang guru profesional.
Daftar Pustaka
Adam, 1984. Measurement and Evaluation in Education, Psychology, and Guidance. New Delhi: Cambridge University Press.
Alderson, J. Charles. 1992. The Nature of Evaluating. New York; Cambridge University Press.
Arikunto, Suharsimi.1984. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara
Bloom, Benjamin S. 1997. Taxonomy of Educational Objectives. London: Longman Publishing.
Hughes, Arthur. 1989. Testing for Language Teacher. New York: Cambridge University Press.
Nurgiyantoro, Burhan. 1995. Penilaian dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarya: BPPE
Suurtamm, Christine "Developing Authentic Assessment: Case Studies of Secondary School Mathematics Teacher's Experiences." Canadian Journal of Science, Mathematics & Technology Education. 4.4 (2004): 497-513.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar