KESADARAN DAN KEMANDIRIAN SISWA ALIYAH
Makalah ini di susun untuk
memenuhi mata kuliah Manajemen Bimbingan dan Konseling
Dosen pengampu :
Dr. H. Salman Tumanggor, M.pd
Disusun Oleh :
Neni Triana (11140182000021)
MANAJEMEN PENDIDIKAN
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
KESADARAN DAN
KEMANDIRIAN
A.
Landasan Teori
Pengertian Kemandirian Kemandirian
merupakan isu psikososial yang muncul secara terus menerus dalam seluruh siklus
kehidupan individu (Steinberg, 2002). Isu ini muncul di setiap situasi yang
menuntut individu untuk mengandalkan dan bergantung kepada dirinya sendiri,
seperti di saat baru memasuki perguruan tinggi di luar kota, diterima bekerja
di suatu perusahaan, memiliki pasangan, ataupun sedang memiliki masalah dengan
teman. Kemandirian yang dimiliki individu akan membantunya siap menghadapi
setiap situasi dan persoalan yang ada. Kemandirian merupakan kemampuan untuk
melakukan dan mempertanggungjawabkan tindakan yang dilakukannya serta untuk
menjalin hubungan yang suportif dengan orang lain (Steinberg, 2002). Menurut
Shaffer (2002), kemandirian sebagai kemampuan untuk membuat keputusan dan
menjadikan dirinya sumber kekuatan emosi diri sehingga tidak bergantung kepada
orang lain. Beberapa ahli menyatakan bahwa untuk mencapai kemandirian berarti
membebaskan diri dari ikatan orang tua agar dapat mengembangkan identitas
dirinya. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kemandirian adalah kemampuan untuk bertindak berdasarkan pertimbangan sendiri
dan untuk bertanggung jawab atas tindakan tersebut , kemampuan untuk membuat
keputusan dan mengatur hidupnya sendiri tanpa ketergantungan berlebihan dengan
orang tua, serta kemampuan untuk tetap menjaga hubungan yang suportif dengan
orang lain
B. Hakekat
Kemandirian
Istilah “kemandiran” berasal
dari kata dasar “diri” yang mendapat awalan “ke” dan akhiran “an”. Menurut
Chaplin (2002), dalam Desmita 2011. Otonomi adalah kebebasan individu manusia
untuk memilih, dalam menentukan dirinya sendiri. Sedangkan Seifert dan Hoffnung
(1994) mendefinisikan otonomi atau kemandirian sebagai “ the ability to govern
and regulate one`s onw thoughts, feelings, and actions freely and responsibly
while overcoming feelings of shame and doubt”. (Desmita, 2011: 185)[1].
Erikso (dalam Monks, dkk,1989), dalam Desmita, 2011. Mengatakan kemandirian
adalah usaha untuk belajar hidup tanpa orang tua, bertangung jawab, mampu
mengatasi masalah tanpa bantuan orang lain. Peserta didik diharapkan lebih bertanggung
jawab terhadap dirinya sendiri. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa
kemandirian mengandung pengertian, suatu kondisi di mana seseorang memiliki
hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya sendiri, mampu mengambil
keputusan dan inisatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi,
memiliki kepercayaan diri dan melaksanakan tugas-tugasnya dan bertanggung jawab
atas apa yang dilakukanya. (Desmita, 2011:185-186).
C. Bentuk-bentuk
Kemandirian
Robert
Havighurst (1972) dalam Dasmita, membedakan kemandirian atas empat bentuk
kemandirian, yaitu.
1. Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi
sendiri dan tidak tergantung pada orang lain
2. Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi
sendiri dan tidak tergantung kebutuhan ekonomi orang lain,
3. Kemandiria intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi
berbagai masalah yang dihadapi, dan
4. Kemandirian sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan
interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung pada orang lain. (Desmita,
2011: 186).
D.
Karakteristik Kemandirian
Steiberg (1993) dalam Desmita,
membedakan karakteristik kemandirian atas tiga aspek,yaitu.
1. Kemandirian emosional, yaitu aspek kemandirian yang
menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu, seperti
hubungan emosional peserta didik dengan guru atau dengan orang tuanya,
2. Kemandirian tingkah laku, yaitu suatu kemampuan untuk
membuat keputusan-keputusan tanpa tanpa tergantung pada orang lain dan
melakukannya secara bertanggung jawab, dan
3. Kemandirian nilai, yaitu kemampuan memaknai sesuatu
prinsip tentang benar dan salah. (Desmita, 2011: 186)[2].
Sebagai
suatu dimensi psikologis yang kompliks, perkembangan kemandirian seseorang
berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkat perkembangan kemandirian
tersebut. Lovinger (dalam Sunaryo Kartadinata, 1988), dalam Desmita, 2011. Mengemukakan
tingkatan kemandirian dan karakteristik, yaitu :
1. Tingkat impulsive dan melindungi diri.
Ciri-cirinya.
Peduli terhadap control dan keuntungan yang dapat diperoleh dari interaksinya
dengan orang lain, Mengikuti aturan secara spontanistik dan hedonistik,
Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu, cenderung
melihat kehidupan sebagai zero-sum games, cenderung menyalahkan dan
mencela orang lain.
2. Tingkat konformistik.
Ciri-cirinya.
Peduli terhadap penampilan diri dan penerimanan social, cenderung
berpikir stereotype dan klise. Peduli akan konformitas terhadap
aturan eksternal, bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian,
menyamakan diri dalam ekspresi emosi dan kurangnya introspeksi, perbedaan
kelompok didasarkan atas cirri-ciri eksternal, takut tidak diterima kelompok,
tidak sensitif terhadap keindividualan, dan merasa berdosa jika melanggar
aturan.
3. Tingkat sadar diri,
Ciri-cirinya.
a) mampu berpikir alternatif, b) melihat harapan dan berbagai kemungkinana
dalam situasi, c) peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada d)
menekankan pada pentingnya memecahkan masalah, e) memikirkan cara hidup, f)
penyesuaian terhadap situasi dan peranan.
4. Tingkat saksama (conscientious),
Ciri-cirinya:
a) bertindak atas dasar nilai-nilai internal, b) mampu melihat diri sebagai
pembuat pilihan dan pelaku tindakan, c) Mampu melihat keragaman emosi, motif,
dan perspektif diri sendiri maupun orang lain, d) sadar akan tanggung jawab, e)
mampu melakukan kritik dan penilaian diri, f) peduli akan hubungan mutualistik,
g) memiliki tujuan jangka panjang, h) berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola
analistis.
5. Tingkat individualitas.
Ciri-cirinya. a)peningkatan kesadaran individualitas,
b) kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dan ketergantungan, c)
menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain, d) Mengenal
eksistensi perbedaan individual, e) mampu bersikap toleran terhadap
pertentangan dalam kehidupan, f) membedakan kehidupan internal dengan kehidupan
luar dirinya, g) mengenal kompleksitas diri, h) peduli akan perkembangan dan
masalah-masalah.
6. Tingkat mandiri.
Ciri-cirinya,
a) memiliki pandangan hidup, b) bersikap realitas dan objektif terhadap diri
sendiri dan orang lain, c) peduli pemahaman abstrak, seperti keadilan social,
c) mampu mengintegrasikan nilai-nilai yang bertenyangan, d) toleran terhadap
ambiguistik, e) peduli akan pemenuhan diri (self-fulfilment), f) ada keberanian
untuk menyelesaikan konflik internal, g) pesponssif terhadap kemandirian orang
lain, h) sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain, i) mampu
mengekspresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan keceriaan. (Desmita, 2011:
186-189).[3]
E. Ciri-Ciri Kemandirian
Berdasarkan
pengertian kemandirian tersebut, maka ciri-ciri kemandirian belajar dapat
dikenali. Dalam bukunya, Chabib Thoha mengutip pendapatnya Brawer bahwa
ciri-ciri perilaku mandiri adalah :[4]
a. Seseorang mampu
mengembangkan sikap kritis terhadap kekuasaan yang datang dari luar dirinya.
Artinya mereka tidak segera menerima begitu saja pengaruh orang lain tanpa
dipikirkan terlebih dahulu segala kemungkinan yang akan timbul.
b. Adanya kemampuan untuk
membuat keputusan secara bebas tanpa dipengaruhi oleh orang lain.
Sedangkan
Spancer dan Koss, merumuskan ciri-ciri perilaku mandiri sebagai berikut :
a. Mampu mengambil inisiatif.
b. Mampu mengatasi masalah.
c. Penuh ketekunan.
d. Memperoleh kepuasan dari
hasil usahanya.
e. Berkeinginan mengerjakan
sesuatu tanpa bantuan orng lain.
Apabila berdasarkan pendapat tersebut dicermati secara
mendalam akan nampak rumusan-rumusan tentang ciri-ciri kemandirian sebagai
berikut :
a. Mampu berpikir secara
kritis, kreatif dan inovatif.
b. Tidak mudah terpengaruh
oleh pendapat orang lain.
c. Tidak lari atau menghindari
masalah.
d. Memecahkan masalah dengan
berpikir yang mendalam.
e. Apabila menjumpai masalah
dipecahkan sendiri tanpa meminta bantuan orang lain.
f. Tidak merasa rendah diri
apabila harus berbeda dengan orang lain.
g. Berusaha bekerja dengan
penuh ketekunan dan kedisiplinan.
h. Bertanggung jawab atas
tindakannya sendiri.
F. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kemandirian
Kemandirian
sebagaimana pada umumnya banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Muhibbin
Syah, menggolongkan
faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar siswa
secara global yaitu :[5]
1. Faktor internal (faktor
dari dalam siswa) yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani siswa.
2. Faktor eksternal (Faktor
dari luar siswa) yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa.
3. Faktor pendekatan belajar (approach
to learning) yakni jenis upaya belajar siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran materi-materi pelajaran.
Sedangkan
menurut Sumadi Suryabrata faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar
di bagi menjadi dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal.[6]
1. Faktor Eksternal
Faktor yang berasal dari luar diri pelajar.
Faktor ini dibedakan menjadi 2 (dua) golongan, yaitu :
a. Faktor-faktor non sosial
Yang termasuk faktor ini
sangat banyak jumlahnya yakni meliputi faktor-faktor yang berasal dari luar
selain manusia, misalnya : keadaan udara, suhu udara, cuaca, waktu (pagi/siang/
malam), tempat (letak, gedung), alat-alat yang dipakai untuk belajar (alat
tulis, buku-buku, alat peraga).
b. Faktor-faktor sosial
Yang dimaksud faktor-faktor
sosial disini adalah faktor manusia (sesama manusia) baik manusia itu hadir
(ada) maupun kehadirannya itu dapat disimpulkan, jadi tidak langsung hadir.
Kehadiran orang lain pada waktu seseorang sedang belajar, banyak sekali
mengganggu belajar. Misalnya kalau satu kelas muridnya sedang mengerjakan ujian,
lalu terdengar banyak anak-anak lain bercakap-cakap di samping kelas, atau
seseorang sedang belajar di kamar, satu atau dua orang hilir mudik keluar masuk
kamar belajar itu, dan sebagainya.
2. Faktor Internal
Yaitu faktor yang berasal
dari dalam diri pelajar. Faktor ini di golongkan menjadi dua, yaitu :
a. Faktor Fisiologis
Keadaan tonus jasmani pada umumnya. Keadaan
tonus akan dapat mempengaruhi kegiatan belajar, seperti kekerungan gizi dapat
menyebabkan seseorang itu kurang bersemangat dalam belajar.Keadaan fungsi
jasmani tertentu, yang dimaksud di sini adalah kurang berfungsinya indra
seseorang yang indranya atau salah satunya akan berpengaruh dalam kegiatan
belajar.
b. Faktor psikologis
Yang dimaksud faktor ini diantaranya adalah
motif, sikap, perhatian, bakat, tanggapan, pengamatan, minat dan intelegensi.
Selain itu menurut N. Frandien sebagaimana yang dikutip oleh Sumadi Suryabrata
sebagai berikut :
a. Adanya sifat ingin tahu dan
ingin menyelidiki dunia yang lebih luas.
b. Adanya sifat yang kreatif
yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju.
c. Adanya keinginan untuk
mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman.
d. Adanya keinginan untuk
memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan kooperasi
maupun dengan kompetisi.
e. Adanya keinginan untuk
mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran.
f. Adanya ganjaran atau
hukuman sebagai akhir dari belajar.
G. Implementasi Kemandirian
Belajar Siswa Dalam Berprestasi
Anak
yang memiliki kemandirian yang kuat tidak akan mudah menyerah. Sikap
kemandirian dapat ditunjukkan dengan adanya kemampuan dapat menyelesaikan
masalah yang dihadapi dengan tingkah laku. Dengan adanya perubahan tingkah laku
maka anak juga memiliki peningkatan dalam berfikir, menganggap bahwa dalam
belajar harus bisa mandiri tanpa mengandalkan bantuan dari orang lain
terus dan juga tidak menggantungkan belajar dari guru saja, tapi belajar juga
bisa dari media cetak, elektronik, alam, atau yang lainnya.
Kepribadian
seorang anak yang memiliki ciri kemandirian berpengaruh positif terhadap
prestasi belajarnya. Hal ini bisa terjadi karena anak mulai dengan kepercayaan
terhadap kemampuannya sendiri secara sadar, teratur dan disiplin berusaha
dengan sungguh‑sungguh untuk mengejar prestasi belajar, mereka tidak
merasa rendah diri dan siap mengatasi masalah yang muncul. Seseorang memiliki
minat yang tinggi untuk mempelajari suatu mata pelajaran maka, ia akan
mempelajarinya dalam jangka waktu tertentu untuk mencapai prestasi belajarnya.
Seseorang itu boleh dikatakan memiliki motivasi untuk belajar. Motivasi itu
muncul karena ia merasa membutuhkan sesuatu dari apa yang dipelajarinya. Aktivitas
belajar bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan tanpa terlepas dari faktor lain.
Aktivitas belajar merupakan kegiatan yang melibatkan unsur jiwa dan raga.
Belajar tidak akan pernah dilakukan tanpa
suatu dorongan yang kuat dari dalam, yang lebih utama semisal kemandirian
maupun dari luar yang tak kalah pentingnya.Pada proses pelaksanaannya dititik
beratkan pada pembiasaan siswa agar nantinya dapat mandiri dalam berbagai hal
yang menyangkut kebiasaan manusia sekaligus hubungan kepada Allah SWT, dalam
arti melaksanakan ajaran-ajaran Islam baik berupa perintah maupun berupa
larangan. Secara formal waktu belajar adalah mulai dari jam 07.00 sampai jam
13.00 WIB. Selama proses pembelajaran biasanya guru menggunakan beberapa metode
diantaranya, berupa ceramah, demontrasi, tanya jawab, atau cerita-cerita hikmah
yang mencoba mengajak siswa untuk berbuat baik (persuasif) dengan pendekatan
emosional, rasional dan fungsional. Dalam kenyatannya proses pembelajaran
diharapkan mampu mendapatkan prestasi belajar yang baik, namun ada beberapa
faktor yang mempengaruhinya, semisal tingkat kemandirian siswa itu sendiri
dalam belajar. Anak yang memiliki kemandirian yang kuat tidak akan mudah
menyerah. Sikap kemandirian dapat ditunjukkan dengan adanya kemampuan dapat
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tingkah laku. Dengan adanya
perubahan tingkah laku maka anak juga memiliki peningkatan dalam berfikir,
menganggap bahwa dalam belajar harus bisa mandiri tanpa mengandalkan bantuan
dari orang lain terus dan juga tidak menggantungkan belajar dari guru saja,
tapi belajar juga bisa dari media cetak, elektronik, alam, atau yang lainnya.
Kepribadian seorang anak yang memiliki ciri kemandirian berpengaruh positif
terhadap prestasi belajarnya. Hal ini bisa terjadi karena anak mulai dengan
kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri secara sadar, teratur dan disiplin
berusaha dengan sungguh‑sungguh untuk mengejar prestasi belajar, mereka
tidak merasa rendah diri dan siap mengatasi masalah yang
muncul.Kemandirian belajar yang dimilki setiap anak didik diharapkan bisa
meningkatkan hasil belajar serta menambah semangat mereka dalam mempelajari
ilmu pengetahuan, terutama ilmu agama.
Peran
guru BK dalam mengembangkan kemandirian siswa menurut Sardiman (2001: 142) menyatakan bahwa ada Sembilan peranan guru dalam
kegiatan bimbingan konseling, yaitu:
1. Informator, Guru diharapkan sebagai pelaksana cara mengajar informatif, laboratorium,
studi lapangan, dan sumber informasi kegiatan akademik maupun umum.
2. Organisator, Guru sebagai pengelola kegiatan akademik, silabus, jadwal
pelajaran dan lain-lain.
3. Motivator, Guru harus mampu merangsang dan memberikan dorongan serta reinforcement untuk mendinamisasikan potensi siswa, menumbuhkan swadaya (aktivitas)
dan daya cipta (kreativitas) sehingga akan terjadi dinamika di dalam proses
belajar mengajar.
4. Director, Guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar
siswa sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan.
5. Inisiator, Guru sebagai pencetus ide dalam proses belajar mengajar.
6. Tranmitter, Guru sebagai penyebar kebijakan dalam pendidikan dan
pengetahuan.
7. Fasilitator, guru akan memberikan fasilitas atau kemudahan dalam
prosesbelajar mengajar.
8. Mediator, Guru sebagai penengah dalam kegiatan belajar siswa.
9. Evaluator, Guru mempunyai otoritas untuk menilai prestasi anak didik dalam
bidang akademik maupu tingkah laku sosialnya, sehingga dapat menentukan
bagaimana anak didiknya berhasil.[7]
DAFTAR PUSTAKA
Desmita. Psikologi
Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Rosdakarya.2011.
M. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 1996.
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru,
Bandung: Remaja Rosdakarya.1995.
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta:
Raja Grafindo Persada. 2004.
Sutirna, Bimbingan dan Konseling,Yogyakarta: CV.
Andi Offset,2013.
[1]
Desmita.
2011. Psikologi Perkembangan Peserta
Didik. Bandung: Rosdakarya.hal 185
[2] Ibid hal 186
[3] Ibid hal 186-189
[4] M.
Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam,
Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1996, hlm. 121.
[5] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Suatu Pendekatan Baru,
Remaja Rosdakarya, Bandung, 1995, hlm. 132.
[6] Sumadi Suryabrata, Psikologi
Pendidikan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 233-237.
[7] Sutirna, Bimbingan dan Konseling, (Yogyakarta:
CV. Andi Offset,2013),hal 77.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar